Esperanza (Part 1)

Prolog.                   Sutha masih kebingunan. Sosoknya yang gegap diapit oleh rerimbunan pepohonan yang teduh kala itu. Tubuhnya terk...

Prolog.

                  Sutha masih kebingunan. Sosoknya yang gegap diapit oleh rerimbunan pepohonan yang teduh kala itu. Tubuhnya terkulai lemas. Raut wajahnya menggambarkan keadaannya. Mencoba melukiskan kegundahan hatinya. Baru beberapa menit, sejarah kehidupan seolah mengoyak-ngoyak jiwanya. Kini tatapannya kosong. Senyumnya getir. Tatapannya nanar. Jika kau sudah lama kenal dengan Shuta, engkau akan kebingungan. Karena selama 16 tahun hidup di dunia, belum pernah sedikitpun ia terlihat serapuh ini.

                    Otaknya masih berputar. berusaha mengumpulkan keping demi keping jawaban untuk disatukan menjadi sebuah jawaban yang lengkap. Bagai puzzle, bak mozaik ini tentu tak semudah yang dibayangkan. 16 tahun lamanya hanya dikejutkan oleh segelintir peristiwa temporer dalam jangka waktu cepat yang semuanya berubah tak ubahnya bak sambaran kilat.

                     Sosoknya masih mematung sambil memandangi sekeliling dengan tatapan tak percaya. Ditampar pipinya berkali-kali, dicubitnya pergelangan tangan untuk kesekian kali hanya untuk memastikan bahwa ini bukan mimpi. Terasa sakit. Berarti benar, ini bukan mimpi.

                     Sugesti yang ia tanamkan di dirinya sendiri sejak 16 tahun lahir di dunia seakan sia-sia. Semua alasan ia betahan dari segala keterpurukannya selama ini terasa tak ada guna. Penantian panjang ini hanya berakhir di sebuah tempat yang jauhnya ribuan kilometer dari tempat tinggalnya. Penantian itu hanya fana. Tidak benar-benar pernah ada. Dirinya terperanjat beberapa saat lalu sadar bahwa semuanya sudah terlalu dalam untuk ditangisi. Semuanya sudah terjadi. Iapun melangkah pergi.  

-bersambung-
-dim-

You Might Also Like

3 comments

Flickr Images