#PilihSawitmu
#SadarDiri : KARENA KONTRIBUSI BESAR DIMULAI DARI DIRI SENDIRI
16:13
(Based on Survey
Mahasiswa FISIP Universitas Indonesia)
Rasanya
belum genap setahun yang lalu kabut asap berhasil melumpuhkan
berbagai daerah di Indonesia, tahun ini siklus kabut asap kembali terulang.
Bahkan tidak hanya melumpuhkan negeri sendiri, negeri tetangga pun ikut
merasakan imbasnya. Karena terlalu parah, bahkan Singapura mengambil kebijakan
yang cukup sensasional dengan menghentikan pasokan impor barang-barang dari
Indonesia yang disinyalir memiliki kaitan dengan isu kebakaran hutan di Riau.
Kontroversial, tapi cukup kuat menjadi tamparan bagi Indonesia.
Ironisnya,
meski telah menjadi sebuah siklus tahunan di Indonesia, warga Indonesia terkesan
tak berdaya akan kebakaran (saya lebih suka menyebutnya pembakaran) hutan.
Padahal bencana kabut asap ini bukan hanya telah merugikan lingkungan hidup
saja, namun telah berdampak langsung pada transportasi, kesehatan, pendidikan,
hingga ekonomi.
Jika
memang kabut asap telah menjadi sebuah siklus, bukankah seharusnya kita sudah
hafal dan siap mengantisipasi jika hal tersebut terulang kembali ? Nyatanya,
siklus yang sama kembali berulang dari tahun ke tahun. Sebuah fakta yang cukup
janggal untuk dimasukkan ke dalam logika.
Sebagaimana
yang ditulis di situs Greenpeace (www.greenpeace.org)
, sebuah fakta mengejutkan akhirnya terkuak. Pertengahan bulan Februari tahun
lalu, komunitas Greenpeace Riau mendatangi kembali lokasi kebakaran hutan tahun
lalu di Kabupaten Rokan Hulu, Riau. Apa yang terjadi? Di lokasi yang setahun
silam menjadi salah satu sumber kabut asap tersebut, kini telah bertransformasi
menjadi perkebunan kelapa sawit. Deretan pohon sawit berusia kurang dari
setahun tertanam rapi. Di salah satu titik berdiri pos keamanan yang di
dindingnya tertulis nama sebuah perusahaan. Kebakaran hutan setahun yang lalu,
pohon kelapa sawit berusia kurang setahun, dan pos sekuriti dengan nama sebuah
perusahaan, adalah tiga hal yang cukup untuk ditarik sebuah kesimpulan dan
menjawab segala pertanyaan janggal sebelumnya.
Oleh
karena itu, siklus kabut asap ini harus dihentikan. Masalahnya adalah,
kebanyakan remaja (termasuk saya) cenderung labil dalam mengambil keputusan.
Belakangan ini seringkali saya melihat teman-teman saya memposting di akun
media sosialnya, baik berupa meme, foto
maupun quote tentang kebakaran hutan. Mereka saling menunjuk dan saling
menyalahkan. Beberapa dari mereka saya tanya secara acak seputar kasus tersebut
dan jawabannya sudah dapat ditebak. Mereka tidak benar-benar paham terhadap
permasalahan yang ada. Mereka masih terjebak dalam drama-drama yang diciptakan
oleh segelintir orang. Ingin terlihat lebih peduli, yang ada malah aksi kosong
tak berarti.
Karena
terlalu lama geram melihat tingkah rekan-rekan saya di media sosial, saya membuat
survey kuesioner. Respondennya cukup banyak, 275 orang. Pertanyaan yang saya
ajukan cukup sederhana, terkait intensitas pemakaian produk yang berkaitan
dengan kelapa sawit dalam keseharian mereka. Jawaban yang saya dapatkan pun
cukup mencenangkan (selengkapnya dapat dilihat di infografis). Sebanyak 91 %
mahasiswa belum mengetahui apa itu RSPO. Artinya, hanya sekitar 9 % dari sample atau setara dengan 25 orang saja
yang mengetahui apa itu RSPO. Selanjutnya, 67 % mahasiswa masih memilih
menggunakan tissue daripada membawa sapu tangan dari rumah ; 71 % mahasiswa
masih suka mengkonsumsi gorengan ; 69 % mahasiswi menggunakan lipstik ketika
berangkat ke kampus. Dari semua data survey yang cukup mengejutkan, masih ada
satu lagi hal yang paling mencenangkan yaitu : sebanyak 89 % dari total
responden mengaku tidak mengetahui hubungan antara pertanyaan-pertanyaan tadi
dengan kasus kabut asap yang selama ini mereka gembor-gemborkan di media
sosial. Artinya, hanya 11 % atau 29 orang yang benar-benar paham bahwa setiap
hal kecil dari yang mereka lakukan bisa jadi bentuk peran mereka dalam
keterlibatan terhadap kasus kabut asap di Riau. Ironis sekali bukan ?
Dalam
hukum ekonomi, sebuah supply tidak
mungkin terjadi jika tidak ada demand. Hal
inilah yang seharusnya menjadi fokus kita sebagai manusia yang intelektual.
Dari awal seharusnya yakin, bahwa sebenarnya peran kunci dalam penyelesaian
asap ada di tangan kita masing-masing. Berhenti menyalahkan orang lain, mulai
dengan intropeksi diri. Kurangi hal-hal yang membuat demand akan barang-barang yang berhubungan dengan kelapa sawit meningkat.
Bukan menghentikan sama sekali, tapi mengurangi. Sekarang, sudah mulai banyak
produk-produk yang telah bersertifikasi RSPO (Certified Sustainable Palm Oil) yang dapat kita temui di
pasaran. Dengan memakai produk-produk yang telah bersertifikasi tersebut, kita
telah memancing para produsen-produsen lain untuk mulai beralih ke gaya hidup
sehat dengan memakai produk-produk yang berlabel RSPO. Disinilah peran pemuda
sebagai Power of Trendsetter berjalan
secara positif dan bermanfaat, tidak hanya sekedar adu sebar meme dan quote
yang tidak bertanggung jawab di media sosial.
Cukup
dengan melakukan intropeksi terhadap diri sendiri, banyak sekali hal yang dapat
kita selamatkan. Tidak hanya kebakaran hutan, tapi juga keseimbangan alam,
kelestarian lingkungan, perlindungan satwa, dan pola konsumen yang hemat dan
bijak. Jika masing-masing dari kita mulai menyadari betapa pentingnya intopeksi
dan berhenti untuk saling menyalahkan, saya yakin dua atau tiga tahun lagi
siklus drama kebakaran asap ini akan berhenti, karena perusahaan menyadari
bahwa konsumen sudah mulai cerdas. Produsen pun akhirnya sadar dan turut serta
mengambil peran dalam membuat produk yang tidak hanya berkualitas, tapi juga
memikirkan kesinambungan terhadap alam. Jadilah konsumen yang cerdas dan
bertanggung jawab, yang tidak hanya berkoar lalu sembunyi tangan. Hal kecil
semacam inilah yang membuat perubahan besar bagi Indonesia.
Karena
untuk hidup bermanfaat, tidak perlu menunggu jadi hebat.
Salam
Konsumen Bijak,
Dimas
Putra Permadi
Ilmu
Komunikasi Universitas Indonesia 2015
<span data-sociabuzz-verification="5b84db5d" style="display: none;"></span>
<span data-sociabuzz-verification="5b84db5d" style="display: none;"></span>
13 comments
Semoga dari tulisan ini bisa berkontribusi buat perubahan nyata di Indonesia ya
ReplyDeleteSaya sangat setuju dengan anda. Kebanyakan dari kita hanya sok peduli tetapi tidak ada gerakan. Marilah kita mulai konsumsi produk RSPO sebagai bukti dari kepedulian kita akan kebakaran hutan!
ReplyDeleteTulisan yang bagus ��
ReplyDeleteMungkin artikel ini bisa diteruskan dengan artikel yang berisi tentang bentuk nyata lain yang bisa dilakukan -- baik oleh masyarakat umum, pemilik perusahaan, maupun pemerintah -- dalam menangani dan mencegah bencana asap rutin ini, ya.
Seperti kata Jakob Soemardjo, "Keinginan dan pemikiran tak mengubah kehidupan, kecuali Anda mewujudkannya dalam tindakan.". Semoga ke depannya, kita sebagai mahasiswa lebih peduli, melek, dan memahami secara komprehensif hal-hal yang terjadi di sekitar kita.
Godspeed.
Tulisannya bagus dan sangat informatif 👍
ReplyDeleteSemoga tulisan ini bisa menginspirasi masyarakat utk lebih memahami lifestylenya terutama terkait dengan masalah kabut asap ini.
Setuju, terus menginsirasi dimas. Semoga dengan artikel ini mata bangsa bisa terbuka lebar atas apa yang sepatutnua dilakukan.
ReplyDeleteSetuju, terus menginsirasi dimas. Semoga dengan artikel ini mata bangsa bisa terbuka lebar atas apa yang sepatutnua dilakukan.
ReplyDeleteBagus dan sangat informatif sekali tulisannya, semoga semakin banyak orang yang dapat melihat ini dan dapat melakukan hal-hal yang seharusnya dilakukan.
ReplyDeleteSukses selalu Dimas!
Artikel yang cukup untuk memberi tamparan terhadap pemuda yang hanya pura-pura peduli atau peduli tanpa melakukan tindakan.
ReplyDeleteLanjutkan karya mu!
artikelnya bagus, menarik dan informatif. membuat mata para pemuda terbuka untuk peduli terhadap sekitar.
ReplyDeleteGoodluck&Sukses selalu!
Tulisan yang bagus. Inspiratif dan menarik. Lanjutkan!
ReplyDeleteBergegas dan beraksi mulai dari pribadi
ReplyDeleteGood article :)
semoga bisa jadi langkah konkrit kedepannya ya dimas :)
ReplyDeleteSetuju banget sama artikel ini, semoga orang-orang yang baca juga bisa ikut sadar dan sedikit demi sedikit merubah lifestyle-nya..
ReplyDeleteSemoga sukses ya, Dimas!